Mengenai Asas – Asas Dan Dasar – Dasar
Perpajakan
Pajak adalah utang anggota
masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, dan di Indonesia falsafah pajak
adalah Pancasila dan sila – silanya dijabarkan dalam undang – undang pajak. Pajak
yang dipungut oleh pemerintah harus berdasarkan undang –undang dan hal ini
dilaksanakan berdasarkan sumber hukum formal pajak yang terdapat dalam pasal 23
ayat (2) UUD 1945 Republik Indonesia yang menyatakan : “Segala pajak untuk
kegunaan kas negara berdasarkan undang – undang” dan juga cerminan dari sila ke
empat Pancasila. Yang mana sifat daripada pajak
merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak
ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk, namun karena sifat pajak
yang seperti inilah maka pajak dalam kata sehari - hari hampir menyerupai perampasan,
perampokan atau pemberian hadiah, sehingga untuk memberikan paying hukum kepada
kegiatan pemungutan pajak maka harus mendapat persetujuan dari rakyat yang mana
dengan membentuk Undang – Undang pajak tersebut, namun kenapa harus Undang –
Undang hal ini dikarenakan Undang – Undang merupakan Produk dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dipilih
secara langsung dan demokrasi oleh rakyat, sehingga apa yang dibuat dan
disetujui oleh DPR maka dianggap rakyat juga setuju. Namun penerimaan uang
pajak tersebut harus digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang
diklasifikasikan kedalam “pengeluaran rutin” dan “pengeluaran pembangunan”.
Dan
untuk mengetahui bagaimana penggunan uang pajak tersebut dijalankan maka
Pemerintah membuat rancangan APBN yang
diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan dan dituangkan dalam bentuk
undang – undang, dan kemudian pemerintah diwajibkan membuat laporan
pertanggungjawaban atas penggunaan APBN tersebut untuk mendapat pengesahan dari
DPR dan dimuat dalam undang – undang formal. Disamping itu rakyat juga dapat
mengadakan social control di berbagai media massa atau lewat kotak pos 5000,
dan mudah – mudahan dengan demikian pemerintah dapat mendengar dan membaca hal
yang dikeluhkan masyarakat. Dalam pajak ada juga pengecualian, hal ini
berdasarkan pada sila kelima Pancasila yang menyatakan “Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”, sehingga pengenaan pajak harus berdasarkan pada rasa
keadilan, sehingga anak – anak, wanita dan tidak mempunyai penghasilan atau
pendapatannya berada dibawah pendapatan rata – rata yang ditentukan PPh maka
tidak dikenakan pajak. Dan bagi mereka diluar dari hal tersebut haruslah wajib
membayar pajak yang mana hal ini sebenarnya hampir sama dengan zakat.
Pajak
dapat dipaksakan dan bersanksi denda dan/ atau sita sedangkan zakat sanksi
berupa Dosa yang akan diperhitungkan saat kita di akhirat bagi mereka yang
percaya akan Tuhan dan cerminan dari sila kesatu Pancasila. Karena sifat pajak
yang dapat dipaksakan maka agar kemanusian yang adil dan beradab yang merupakan
cerminan dari sila kedua Pancasila maka undang – undang yang merupakan paying
hukum dari pajak haruslah dirancang dan sisusun secara hati – hati, adil,
berkemanusian dan harus tepa slira.
Adam
Smith dalam bukunya Wealth of Nations memberikan pedoman agar peraturan pajak
memenuhi rasa keadilan, harus memenuhi empat syarat :
a. (1).
Equality atau kesamaan yang mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang
yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama (non
discrimination).
(2).
Equity atau keadilan yang pada umunya digunakan hakim dalam pengadilan, dan
rasa keadilan juga sifatnya relatif karena tergantung dari tampat, waktu dan
ideologi yang melandasinya.
b. Certainty
atau kepastian hukum adalah tujuan setiap undang – undang yang mengikat umum
sehingga diharapkan undang –undang haruslah jelas, tegas dan tidak mengandung
arti ganda. Dan haruslah memahami cara dan teknik penyusunan peraturan
perundang – undangan serta menguasai legal drafting dan legalistic drafting.
c. Convenience
of Payment; pajak harus dipungut pada saat yang tepat yakni pada saat wajib
pajak mempunyai uang dan hal ini merupakan hal yang memudahkan wajib pajak dan
tidak terlalu membebani wajib pajak.
d. Economics
of collection; bertalian dengan biaya pemungutan, yang mana uang pajak yang
masuk kedalam kas Negara relative sedikit karena dikurangi dari biaya
pemungutan pajak itu sendiri, sehingga pemerintahan dalam menyusun undang –
undang yang baru tersebut harus mempertimbangkan hal ini.
Pajak sangat berhubungan erat dengan persatuan bangsa/ jiwa bangsa karena
tanpa pajak masyarakat tidak dapat menjamin kesinambungan hidupnya, karena itu
pajak berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan pada tanggal 17
agustus 1945 seluruh rakyat Indonesia bersatu mendirikan bangsa Indonesia dan
berdaulat penuh termaksud dalam hal pajak yang demokratis tadi yang mana hal
ini merupakan cerminan dari sila ketiga Pancasila. Dan selain alasan diatas
pemungutan pajak dibenarkan dapat ditinjau dalam beberapa teori, yakni :
a. Teori
Asuransi; suatu premi asuransi yang harus dibayarkan oleh setiap orang karena
orang mendapatkan perlindungan atas hak – haknya dari pemerintah.
b. Teori
Daya Pikul yakni setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan daya pikul
masing –masing.
c. Teori
Kepentingan; mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib
pajak yang dilindungi.
d. Teori
Daya Beli; diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang/
angggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat.
e. Teori
Kewajiban Pajak Mutlak; yang menyatakan bahwa Negara itu merupakan suatu
kesatuan yang didalamnya setiap warga Negara terikat.
f. Teori
Pembenaran pajak Menurut Pancasila ; yang bersifat kekeluargaan dan gotong –
royong dalam hal ini diartikan dilakukan bersama – sama, tanpa imbalan, yang
ditunjuk untuk kepentingan umum seperti membuat jalan umum, menjaga keamanan
daerah, dan sebagainya.
Selain pedoman
yang diatas tadi, ada syarat – syarat lain yang harus dipenuhi, yakni :
a. Syarat
Yuridis, yang mengharuskan bahwa undang – undang pajak yang normatif harus
memberikan kepastian hukum.
b. Syarat
Ekonomis, yang menyatakan pajak merupakan pungutan atau peralihan kekayaan dari
rakyat kepada penguasa tanpa ada imbalannya yang secara langsung dapat
ditunjuk. Jika ditinjau dari segi individu pajak menimbulkan pengurangan
penghasilan individu dan tidak ada imblannya sedangkan dari segi kemasyarakatan
mengatakan bahwa adanya imbalan secara tidak langsung bagi masyarakat seperti
infrastruktur yakni keamanan, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan
sebagainya.
c. Syarat
Finansial, yang mangatakan pajak dipungut untuk memasukkan uang ke kas Negara
dan harus dilakukan pertimbangan apakah biaya pemungutan pajak itu tidak
terlalu besar sehingga uang pajak yang dimasukan kedalam kas Negara terlampau
kecil.
d. Syarat
Sosiologis, yang mana pajak merupakan gejala sosial, yang hanya terdapat dalam
masyarakat , jika tidak ada masyarakat maka pajak tidak aka nada, sebab pajak
itu dipungut untuk kepentingan masyarakat.
Pajak dapat di –
approach dari beberapa segi, yakni :
a. Pendekatan
segi Hukum, lazimnya disebut dengan hukum pajak yang menitik beratkan pada segi
hukumnya dan pada hubungan hukumnya, sehingga pajak dilihat dari segi hak dan
kewajiban: siapa yang berhak memungut pajak; apa kewajiban pemungut pajak
terhadap wajib pajak; siapa wajib pajak, apa hak dan kewajiban wajib pajak
terhadap fiscus; apa pajak itu dilihat dari kaca mata seorang sarjana hukum,
bila hutang pajak itu timbul, bila hutang pajak itu dihapus; bagaimana cara
pembayaran pajak; sanksi apa yang terdapat dalam hukum pajak; apa arti sanksi
administrasi dan apa sanksi pidana.
b. Pendekatan
dari segi Ekonomi, dapat dilakukan dari segi makroekonomi atau dari segi
mikroekonomi. Pendekatan dari segi mikroekonomi ditekankan pada kebutuhan
ekonomi dan pada income untuk pemenuhan kebutuhan individu. Dan hal ini
bertentangan dengan dari segi makroekonomi yang berpandangan bahwa pajak itu
diperlukan karena walaupun kita tidak secara langsung secara individu mendapat
imbalan namun bagi masyarakat hal ini sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat umum.
c. Pendekatan
dan segi Keuangan, hampir serupa dengan pendekatan dengan segi ekonomi, tetapi
dengan tekanan pada segi keuangan Negara. Pajak ditinjau sebagai alat untuk
mengumpulkan dan memasukkan uang sebanyak – banyaknya kedalam kas Negara.
d. Pendekatan
dari segi Sosiologis, yang meninjau pajak – pajak dari segi masyarakat; apa
akibatnya pungutan pajak terhadap masyarakat dan apa hasil yang diberikan
kepada masyarakat, sehingga pajak tidak hanya sekedar membiayai pengeluaran
rutin pemerintah tetapi sangat
diharapkan untyk membiayai pembangunan.
e. Pendekatan
dari segi Pembangunan, yang mana Negara
tidak cukup hnaya melangsungkan hidupnya dengan menutup pengeluaran rutin
dengan hasil pajak, namun harus sesuai dengan tujuan Negara yakni memberikan
kemakmuran, kesejateraan kepada rakyat yang merata. Sehingga untuk mencapai
tujuan tersebut masyarakat/ Negara melakukan pembangunan.
Mengenai Ketentuan Umum, Istilah dan
Pengertian
Subjek
pajak tidak dapat disamakan dengan wajib pajak, dalam UU No.16 tahun 2000 pasal
1 huruf (a) dikatakan bahwa wajib pajak sebagai orang atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, ditentukan melakukan
kewajiban pajak, dan pasal 2 ayat (1) UU PPh menentukan yang menjadi subjek PPh
adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap
yang memenuhi syarat – syarat subjektif dan sekaligus menjadi wajib pajak jika
memenuhi syarat – syarat objektif.
Pajak
memiliki masa pajak sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang
yang kurang dari satu tahun atau 12 bulan berturut – turut dan khusus orang
luar negeri menurut traktat menyatakan dalam waktu lebih 183 hari berada di
Indonesia dianggap sebagai wajib pajak dalam negeri. Dan untuk mengetahuinya
ada surat pemberitahuan yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang sesuai peraturan perpajakan. Dan
dalam surat pemberitahuan masa atau SPT untuk memberitahukan pajak yang
terutang dalam suatu masa/ bagian dari satu tahun. Kemudian ada surat
pemberitahuan tahunan mengenai pemberitahuan data yang relevan dan jumlah pajak
yang terutang dalam satu tahun pajak hanya untuk PPh, ada juga surat setoran
pajak yang digunakan melakukan pembayaran pejak yang terutang dikas Negara, dan
surat tagihan pajak (STP) untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau untuk menagih
sanksi yang berupa bunga atau denda administrasi, kemudian ada surat ketetapan
pajak yang menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang
harus dibayar, dan selanjutnya ada surat ketetapan pajak tambahan (SKPT) yang
menambah kumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak, dan
ada juga surat keputusan kelebihan pembayaran pajak (SKKPP) yang menentukan
kelebihan pembayaran pajak yang telah dibayar/ dipotong/ dipungut karena pajak
yang telah dibayar, dipotong/ dipungut lebih besar dari pajak yang terutang.
Dan ada surat pemberitaan dari Direktorat jenderal pajak kepada wajib pajak
yang memberitahu bahwa jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah
pajak yang sudah dibayar. Dan ada juga pajak yang terutang yang mana harus
dibayar pada suatu saat dalam masa tahun pajak sesuai dengan peraturan pajak.
Ada juga berupa surat paksa yang berbentuk ketetapan/ beschiking untuk membayar
pajak sesuai dengan peraturan pajak yang mengaturnya, dan ada berupa kredit
pajak untuk memperhitungkan jumlah pajak yang telah dibayar sendiri oleh wajib
pajak dengan pajak yang terutang, dan kemudian ada pekerjaan bebas (profesi)
yang mana pekerjaan bebas yang dilakukan seseorang yang mempunyai keahlihan
khusus dalam suatu bidang tertentu sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan
yang tidak terikat dalam suatu hubungan kerja, dan yang terakhir adalah
tindakan pemerikasaan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam ragka
melaksanakan pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk mencari bahan – bahan guna
perhitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus dibayar.
Mengenai Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Dalam hal subjek pajak terbagi atas
beberapa bagian yakni subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri
(pasal 2 ayat (4) UU No. 17 tahun 2000 yang bermula dan berakhirnya subjek
pajak tidak ditentukan dalam undang – undang melainkan ditentukan dalam
penjelasan. Warisan yang belum terbagi mulai menjadi subjek pajak penghasilan
pada saat timbulnya warisan, yakni pada saat pewaris meninggal dunia, dan pada
subjek badan usaha milik Negara / daerah, yayasan, koperasi dan bentuk usaha
tetap yang juga merupakan subjek pajak pada saat badan usaha milik Negara/ daerah, yayasan,
koperasi dan bentuk usaha tetap tersebut didirikan dan berdomisili di Indonesia.
Dan kemudian dalam hal wajib pajak
hampir sama dengan subjek pajak dimana
terdapat wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri yang mana
harus memenuhi syarat – syarat objektif.
Mengenai Objek Pajak
Yang dapat dijadikan objek pajak
sangatlah banyak baik itu keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Dan objek pajak
ada yang objek pajak langsung yang dikenakan pda objek dapat dipengaruhi
keadaan wajib pajak dan objek pajak tidak langsung tidak dipengarui oleh
keadaan wajib pajak tetapi objek pajak saja yang menentukan. Objek pajak
haruslah didefenisikan dengan tepat dan jelas sehingga tidak menimbulkan
penafsiran lain diluar peraturan perundang – undangan, dan objek pajak yang
pernah berlaku di Indonesia terdiri dari :
1. Objek
pajak pendapatan (Ordonansi PPd 1944, stb 1944 No.17)
2. Objek
pajak perseroan (Pasal 1 dan 3 Ordonansi 1925, stb 1925 No. 319)
3. Objek
pajak penghasilan ( Undang – Undang No. 7 Tahun 1983, LN 1983 No. 50)
4. Objek
pajak kekayaan (Stb. 1932 No.405) – tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986
5. Objek
pajak penjualan (pajak tidak langsung, Undang – Undang No.19 Drt. Tahum 1951,
LN 1951 No.94) – tidak berlaku lagi
6. Objek
pajak pertambahan nilai (Undang – Undang No. 8 tahun 1983)
7. Objek
pajak rumah tangga (Stb. 1908 No.13) – tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986
8. Objek
pajak kendaraan bermotor (Stb. 1934 No.718)
9. Objek
bea balik nama kendaraan bermotor (Perpu No. 27 tahun 1959 No.144)
10. Objek
pajak anjing (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 24 tahun 1959) pajak sepeda
(lembaran kotapraja Jakarta raya no. 6 tahun 1958)
11. Objek
pajak jalanan (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 25 tahun 1959) –tidak
berlaku lagi mulai 01-01-1986
Dan ada pengecualian terhadap objek pajak baik dari segi subjektif maupun
objektif, seperti dalam pajak kekayaan, kekayaan yang tidak lebih dari Rp.
80.000.000 atau perhiasan yang nilainya tidak lebih dari Rp. 12.000.000
dikecualikan, kemudian kendaraan motor milik pemerintah, barang hasil
pertanian, perkebunan, dan perkinan juga mendapat pengecualian.
Mengenai Tarif
Untuk dapat menghitung besarnya pajak diperlukan dua unsure, yakni :
a. Jumlah
dasar penghitungan, ditentukan dalam masing – masing undang – undang pajak
mengenai pajak penghasilan, pajak kekayaan, dan sebagainya.
b. Tarif
perpajakan, terbagi juga atas :
1. Tarif
tetap, tarif yang besarnya merupakan jumlah tetap, tidak berubah.
2. Tarif
yang proporsional (sepadan) yang berupa persentase tetap yang tidak berubah –
ubah.
3. Tarif
progresif, tarif yang presentasi pemungutannya makin naik apabila jumlah yang
dijadikan dasar perhitungan menarik.
4. Tarif
Degresif, yang persentasenya makin menurun apabila jumlah yang dijadikan dasar
perhitungan naik.
Tarif
pajak mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi pajak dalam masyarakat, yakni
fungsi budget dan fungsi mengatur dan untuk menjalankannya peranan dan
kebijaksanaan pemerintah sangatlah penting. Di Negara – Negara maju tarif pajak
sering digunakan sebagai alat untuk mendapatkan pengaruh oleh partai – partai
politik bahwa apabila nantinya dia menjadi Presiden akan meringankan beban
pajak dan pada umumnya rakyat tidak suka dengan pajak dan terperdaya akan janji
tersebut. namun sebebanrnya pajak yang tinggi juga dapat menjadi penghambat
pemabukan, perjudian, pelcuran, dan sebagainya.
Mengenai Lembaga Perpajakan, Unsur Pajak
dan Lembaga Administrasi Pajak
Pembuatan
undang –undang pajak merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan
berkesinambungan sepanjang masa, selalu bekerja dalam membuat pajak baru,
mengadakan perubahan perundang – undangan pajak atau menghapuskan pajak – pajak
yang lama dan dibuat penjelasannya guna mendapat kejelasan dan kepastian hukum.
Dan agar Negara dapat mengenakan pajak dengan tepat diperlukan data – data dari
wajib pajak, baik mengenai objeknya maupun subjeknya disamping undang – undang
yang bersangkutan. Dan untuk mencegah penyeludupan data tersebut Direktorat
jenderal pajak membentuk lembaga pengumpulan data yang pada waktunya dapat
digunakan untuk mengadakan pengecekan kebenaran surat pemberitahuan wajib
pajak. Yang mana surat pemberitahuan pajak (SPT) merupakan alat untuk realisasi kerja sama
antara wajib pajak dan administrasi pajak dan kemudian diolah dan
dikeluarkannya surat ketetapan pajak dan proses ini dilakukan lembaga pemberitahuan pajak, namun tidak
semua hutang pajak mempunyai surat ketetapan pajak (SKP).
Pajak
juga mempunyai Lembaga keberatan pajak yang menjadi saran dan saluran hukum
yang member kesempatan kepada wajib pajak untuk mencari keadilan apabila ia
merasa bahwa dirinya diperlakukan tidak sebagaimana mestinya dan tidak
diberlakukan adil oleh pihak administrasi pajak. Selain itu ada juga lembaga peradilan
pajak yang memberikan perlindungan pada wajib pajak.
Hukum
pada umumnya memaksa karena hukum tanpa sifat paksa tiada gunanya, dan dalam
hukum pajak yang merupakan hukum public alat paksa tersebut dapat diterpakan
secara langsung tanpa ada proses pesidangan di pengadilan inilah yang disebut
parate executie, yang mana kepala inspeksi pajak dapat mengeluarkan surat
paksaan tentang penagihan hutang pajak. Namun dalam pajak ada juga pengawasan
yang sangat penting dalam manajemen perpajakan. Dan pajak akan terealisasi jika
ada lembaga pelaksananya, dan pada dasarnya disebut dengan administrasi pajak,
yang merupakan bagian dari Departement keuangan yang terdiri dari Direktorat
Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Mengenai NPWP dan Surat Pemberitahuan
a. Nomor
pokok wajib pajak (pasal 2 KUP), setiap orang dan badan yang memenuhi syarat –
syarat untuk dikenakan pajak, wajib mendaftarkan diri dan wajib mendapatkan
NPWP walaupun belum diberikan surat ketetapan pajak, sehingga setiap tahun
harus memasukan SPT walaupun penghasilan nihil atau dibawah PTKP.
b. Surat
Pemberitahuan, bukan merupakan perbuatan hukum yang langsung menimbulkan
perikatan, dan memiliki fungsi ganda, yakni memberi data yang relevan dengan
pernghitungan pengahasilan kena pajak kemudian menentukan besarnya pajak.
c. Fungsi
dan Jasa Konsultan/ Konsulen Pajak, setiap orang yang tidak/ kurang mengetahui
tentang peraturan pajak, ia dapat meminta keterangan kepada kantor inspeksi
pajak. Dan alternative lainnya dapat berupa menghubungi kantor konsultan pajak
yang sudah mempelajari atau lebih memahami peraturan pajak, sehingga semua
wajib pajak melakukan hal yang benar.
Ok Gan… untuk blog ini cukup sekian Dari saya,
kalau agan ada yang mau ditanyakan ataupun mau request/ meminta sesuatu maka
bisa kirim komentar disini, atau dapat mengirim lewat email, kolomnya sudah
saya sediakan diatas sebelah kanan, dan saya sangat mengharapkan jika ada
kritik dan masukan atau pendapat agan terhadap blog saya. Dan jika ingin
berlangganan saya juga silahkan follow blog saya ya, kolomnya ada disebelah
kanan ID card saya saya yakni dengan mengklik Join This Site. Serta jangan lupa
berbagi Blog ini kepada teman – teman yang lain jika menurut agan berguna baik
lewat Twitter, FB atau Jejaring sosial laiinya seperti Kaskus.com
OKOKOKOKOK?????? Hehehehehe
terima kasih banyak gan.. bermanfaat banget buat ane.. :)
ReplyDelete