Friday, July 20, 2012

Peranan Pejabat Administrasi dan Putusan PTUN dalam menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih


BAB I

A.           Pendahuluan
Suatu Negara dapat berjalan dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan jika Negara tersebut memiliki Alat Negara yang baik juga. Oleh karena itu banyak pihak berbicara tentang good public governance/ bureaucracy khususnya bagi negara-negara berkembang yang sedang berupaya keras melaksanakan pembangunan di berbagai sektor kehidupan masyarakatnya. Tentunya, upaya tersebut bukanlah hal yang mudah  dilaksanakan seperti membalikkan telapak tangan.
Pembangunan administrasi Negara tidak bisa dibangun semudah dan secepat seperti  membalikkan telapak tangan tersebut. Hal ini dikarenakan, administrasi negara selain merupakan salah satu sistem sosial dengan berbagai kompleksitas elemennya, juga merupakan salah satu sub sistem dari suatu sistem yang lebih besar yaitu sistem kehidupan bangsa dan negara. Bahkan pada era globalisasi saat ini, system administrasi negara juga terkait dan dipengaruhi oleh perkembangan dunia internasional, misalnya perkembangan perdagangan internasional.
Karenanya, pengkajian terhadap permasalahan system administrasi negara atau birokrasi pemerintahan memerlukan pula perhatian terhadap keadaan dan perkembangan sistem-sistem lainnya di luar sistem birokrasi pemerintahan itu sendiri baik lingkup nasional seperti sistem hukum nasional, sistem politik, dan system sosial masyarakat, maupun lingkup internasional. Upaya untuk memperbaiki sistem administrasi negara khususnya di sebagian besar  Negara-negara berkembang tidak bisa diharapkan hanya akan muncul dan dilaksanakan oleh sistem itu sendiri, tanpa melibatkan sistem-sistem lainnya yang relevan, khususnya yang berada dalam negara yang bersangkutan.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, berarti di negara kita hukumlah yang mempunyai arti penting terutama dalam semua segi-segi kehidupan masyarakat. Segala penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh negara dengan perantaraan pemerintahnya harus sesuai dan menurut saluran-saluran yang telah ditentukan terlebih dahulu oleh hukum. Karena negara Indonesia merupakan negara hukum, tiap tindakan penyelenggara negara harus berdasarkan hukum. Peraturan perundang-undangan yang telah diadakan lebih dahulu, merupakan batas kekuasaan penyelenggaraan negara. Undang Undang Dasar yang memuat norma-norma hukum dan peraturan-peraturan hukum harus ditaati, juga oleh pemerintah atau badan-badannya sendiri.
Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih maka Negara Indonesia membentuk PTUN dimana peradilan PTUN tersebut berdiri sendiri atau dengan kata lain terpisah dari Peradilan Umum. Keberadaan pengadilan administrasi negara (PTUN) di berbagai negara modern terutama negara-negara penganut paham Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu tonggak yang menjadi tumpuan harapan masyarakat atau warga negara untuk mempertahankan hak-haknya yang dirugikan oleh perbuatan hukum publik pejabat administrasi negara karena keputusan atau kebijakan yang dikeluarkannya.
Melihat kenyataan tersebut, dapat dipahami bahwa peradilan administrasi negara (PTUN) diperlukan keberadaannya, sebagai salah satu jalur bagi para pencari keadilan yang merasa kepentingannya dirugikan karena dalam melaksanakan kekuasaannya itu ternyata  badan atau pejabat administrasi negara yang bersangkutan terbukti melanggar ketentuan hukum.
Di Indonesia, pengadilan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 24 ayat (3) Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan 10 November 2001 Jo pasal 10 ayat (2)  UU No. 4  Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dikenal 4 lingkungan lembaga peradilan, yaitu:

1.     Peradilan Umum
2.    Peradilan Agama
3.    Peradilan Militer dan;
4.     Peradilan Tata Usaha Negara.

Tiap-tiap lembaga ini mempunyai kewenangan dan fungsi masing-masing, sehingga lembaga-lembaga peradilan ini mempunyai kompetensi absolut yang berbeda satu dengan lainnya.

B.             Permasalahan
1.    Apakah Pejabat Administrasi Negara sudah memberikan kinerja yang maksimum dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara dan Abdi bangsa untuk menciptakan kesejateraan masyarakat pada umumnya atau dengan istilah halusnya sudah apakan sudah bekerja secara Profesional?
2.    Apakah Putusan PTUN benar – benar akan menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih?














BAB II

Kalau diperhatikan unsur-unsur yang dihasilkan dalam Annual Meeting ADB di Fokuoka Jepang tahun 1997, perubahan peranan pemerintah dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No. 28 tahun 1999 ada beberapa prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih tersebut :

1. Akuntabilitas
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999 akuntabilitas diartikan sebagai berikut :
“adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas pertanggungjawaban setiap proses dan hasil akhir penyelenggaraan negara. Menurut Willian C. Johnson (1998) pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan dalam berbagai sifat atau cara.
Pertama, bersifat internal-formal dilakukan dalam bentuk 
(1) executive control
(2) budget preparation and management
(3) rule-making procedures
(4) inspector general and auditors
(5) chief financial officers, dan 
(6) investigative commission.
Kedua, external-formal dilakukan dalam bentuk 
(1) legislative oversight
(2) budgetary review and enactment
(3) legislative rule-making
(4) legislative veto
(5) legislative investigation
(6) legislative casework
(7) legislative audits
(8) ratification and appointments
(9) judicial review and takeover
(10) intergovernmental controls, dan 
(11) electoral process.
Ketiga, external-informal dilakukan dalam bentuk 
(1) monitoring by interest/ clientele groups
(2) professional communities
(3) informational media, dan 
(4) freedom of information law. 
Keempat, internal-informal dilakukan dalam bentuk 
(1) professional standars
(2) ethical codes and values, dan 
(3) whistle-blowers.
Munculnya beberapa sifat atau cara dalam melakukan pertanggungjawaban karena ada anggapan bahwa satu sarana saja dirasakan tidak memadai untuk dapat mengenal secara pasti kegiatan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Misalnya pendirian komisi Ombudsman adalah salah satu usaha untuk mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan yang bersifat external-informal.

2. Transparans
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip transparan diartikan sebagai berikut :
“asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara”.
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan dalam PP No. 68 Tahun 1999.
Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan negara.
Pengunaan hak dalam butir a, b dan c tersebut rakyat mendapat perlindungan hukum. Untuk itu semua, menurut ketentuan Pasal 3 dan 4 dalam mempergunakan hak tersebut rakyat berhak mempertanyakan langsung kepada instansi terkait atau komisi pemeriksa. Hal itu dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyampaian itu dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Kalau dibandingkan dengan negara lain yang telah lama memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, Indonesia masih agak tertinggal karena pada negara tersebut akses informasi masyarakat (public access to information) terhadap penyelenggaraan negara diakui dengan undang-undang atau information act. Dibandingkan dengan PP, pengaturan dengan UU tentu mempunyai kewibawaan yang lebih tinggi untuk dipatuhi.

3. Partisipasi
Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat adalah hal yang hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan agak ringkas Sukardi (2000) menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini adalah upaya melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses kelahiran sebuah policy maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut (Dunn, 1997). Bahkan David Osborne dan Ted Gaebler (1996) menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya berperan sebagai katalis. Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat.

4. Kepastian Hukum
Pengertian kepastian hukum dapat ditemui dalam Pasal 3 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 yang menyatakan :
“adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap pelaksanaan penyelenggaraan negara”.
Prinsip keempat ini mengarahkan agar penyelenggara negara bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku (taat asas). Kepatuhan terhadap norma hukum adalah bukti bahwa adanya keinginan untuk menegakkan supremasi hukum dalam penyelenggaraan negara. Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak didukung dengan penghormatan terhadap norma hukum yang telah disepakati sebagai kaedah landasan hukum. Oleh karena itu, kepastian hukum adalah prinsip yang harus dipelihara.















BAB III
 A.           Pembahasan
A.1      Apakah Pejabat Administrasi Negara sudah memberikan kinerja yang maksimum dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara dan Abdi bangsa untuk menciptakan kesejateraan masyarakat pada umumnya atau dengan istilah halusnya sudah apakan sudah bekerja secara Profesional?

Kalau dikatakan kalau Pejabat Administrasi Negara sudah memberikan kerja yang maksimum dan menjalankan Tugasnya secara benar dan professional mungkin terlalu berlebihan,  karena sebelum menciptakan birokrasi pemerintahan yang bersih dan sehat kita harus menyembuhkan penyakitnya terlebih dahulu atau dengan kata lain kebiasaan – kebiasaan buruk para aparat administrasi.
Karena upaya menyembuhkan penyakit birokrasi pemerintahan dan sekaligus menciptakan birokrasi pemerintahan yang profesional (good public governance/bureaucracy) di negara-negara berkembang seperti Indonesia sama saja dengan upaya mengurai benang yang sudah sangat kusut. Persoalannya sekarang adalah bagaimana memberdayakan seluruh komponen birokrasi pemerintahan (kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusianya) agar menjadi aparatur pemerintahan yang profesional.
Dalam hubungan ini yang pertama-tama harus dipahami adalah bahwa reformasi terhadap birokrasi pemerintahan kita bukan dalam arti mengganti secara total. Misalnya dengan segera mengganti seluruh atau sebagian besar pejabat struktural atau pegawai negeri sipil yang ada dengan yang baru.
Bisa dibayangkan betapa sulit mengganti sekian puluh ribu pejabat struktural (eselon V hingga eselon I), atau 4,1 juta PNS dalam waktu singkat. Mengingat hal tersebut, dan juga tidak seluruh komponen dalam aparatur pemerintah mengidap “penyakit” atau tidak berfungsi dengan baik, maka upaya yang realistis dilakukan adalah dengan mem-perbaiki komponen-komponen yang rusak.


A.2      Apakah Putusan PTUN benar – benar akan menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih?

Indonesia sebagai penganut paham negara hukum modern, dituntut adanya peranan dan fungsi hukum yang secara stabil dan dinamis mampu mengatur berbagai kepentingan tanpa meninggalkan ide dasarnya yaitu keadilan. Hukum yang demikian juga mengandung tuntutan untuk ditegakkan atau dengan kata lain, perlindungan hukum yang diberikan merupakan suatu keharusan dalam penegakan hukum.
            Maksud penegakan hukum tersebut diatas dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran maka untuk memulihkannya kembali dengan penegakan hukum. Dengan demikian penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum, yang menurut penulis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.  Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi.
b.  Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian dan atau denda).
c.  Pencabutan hak-hak tertentu (sanksi administrasi ringan, sedang, dan berat seperti : berupa pencopotan jabatan atau pemberhentian dengan tidak hormat).
d.  Publikasi kepada masyarakat umum (media cetak dan atau elektronik).
e.  Rekomendasi black list secara politis (kepada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif terutama apabila yang bersangkutan akan menjalani fit and proper test).
f.   Pengenaan sanksi badan (pidana penjara).

Dan untuk mendapat informasi lebih detil serta akurat  Penulis juga telah mewawancarai seorang Hakim PTUN, dimana menurut Hakim PTUN sendiri meskipun sudah ada diatur sanksi yang akan diberikan kepada pejabat administrasi yang melanggar aturan hukum serta nilai – nilai yang hidup didalam masyarakat namun penegakan hukum administrasi negara sebagaimana tersebut diatas dalam prakteknya jarang dipatuhi,serta  menurut Hakim PTUN sendiri bahwa untuk Negara seperti di Indonesia hal ini masih sangat sulit, dimana  permasalahan semua ini bermuara pada moralitas dari pejabat yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan yang tidak secara tegas mengatur pengenai pelaksanaan hukuman/ sanksi dari lembaga pengadilan administrasi negara (PTUN).

B.           Kesimpulan
Untuk menciptakan suatu Pemerintahan yang bersih dan sehat sebaiknya dimulai dari sikap individu daripada pejabat Negara itu sendiri. PTUN hanya sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Negara dalam menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih. Dan walaupun PTUN merupakan suatu lembaga yang berdiri sendiri dan tidak tergolong pada peradilan umum namun jika kita benar – benar ingin menciptakan pemerintahan yang baik maka tidak cukup hanya PTUN saja berperan dalam pengawasan tingkah laku para pejabat, namun diharapkan semua golongan masyarakat ikut serta dalam menciptakan pemerintahan yang sehat dan bersih, seperti  peran pers dalam mengawasi dan mengendalikan perilaku dan kinerja birokrasi pemerintahan. Peran dan fungsi aparatur pemerintahan harus dikembalikan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, yang selama ini cenderung terlupakan. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, aparatur pemerintah harus bersikap responsif, proaktif, dan mengutamakan kepentingan masyarakat banyak dan bukan melayani kepentingan pribadi, kelompok, partai yang berkuasa.


Ok Gan… untuk blog ini cukup sekian Dari saya, kalau agan ada yang mau ditanyakan ataupun mau request/ meminta sesuatu maka bisa kirim komentar disini, atau dapat mengirim lewat email, kolomnya sudah saya sediakan diatas sebelah kanan, dan saya sangat mengharapkan jika ada kritik dan masukan atau pendapat agan terhadap blog saya. Dan jika ingin berlangganan saya juga silahkan follow blog saya ya, kolomnya ada disebelah kanan ID card saya saya yakni dengan mengklik Join This Site. Serta jangan lupa berbagi Blog ini kepada teman – teman yang lain jika menurut agan berguna baik lewat Twitter, FB atau Jejaring sosial laiinya seperti Kaskus.com
                                                  
OKOKOKOKOK?????? Hehehehehe




No comments:

Post a Comment