BAB I
A.
Pendahuluan
Suatu Negara dapat berjalan
dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan jika Negara tersebut memiliki
Alat Negara yang baik juga. Oleh karena itu banyak pihak berbicara tentang good
public governance/ bureaucracy khususnya bagi negara-negara berkembang yang
sedang berupaya keras melaksanakan pembangunan di berbagai sektor kehidupan
masyarakatnya. Tentunya, upaya tersebut bukanlah hal yang mudah dilaksanakan seperti membalikkan telapak
tangan.
Pembangunan administrasi
Negara tidak bisa dibangun semudah dan secepat seperti membalikkan telapak tangan tersebut. Hal ini
dikarenakan, administrasi negara selain merupakan salah satu sistem sosial
dengan berbagai kompleksitas elemennya, juga merupakan salah satu sub sistem
dari suatu sistem yang lebih besar yaitu sistem kehidupan bangsa dan negara.
Bahkan pada era globalisasi saat ini, system administrasi negara juga terkait
dan dipengaruhi oleh perkembangan dunia internasional, misalnya perkembangan
perdagangan internasional.
Karenanya, pengkajian
terhadap permasalahan system administrasi negara atau birokrasi pemerintahan
memerlukan pula perhatian terhadap keadaan dan perkembangan sistem-sistem
lainnya di luar sistem birokrasi pemerintahan itu sendiri baik lingkup nasional
seperti sistem hukum nasional, sistem politik, dan system sosial masyarakat,
maupun lingkup internasional. Upaya untuk memperbaiki sistem administrasi
negara khususnya di sebagian besar
Negara-negara berkembang tidak bisa diharapkan hanya akan muncul dan
dilaksanakan oleh sistem itu sendiri, tanpa melibatkan sistem-sistem lainnya
yang relevan, khususnya yang berada dalam negara yang bersangkutan.
Negara
Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, berarti di negara kita
hukumlah yang mempunyai arti penting terutama dalam semua segi-segi kehidupan
masyarakat. Segala penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh negara dengan
perantaraan pemerintahnya harus sesuai dan menurut saluran-saluran yang telah
ditentukan terlebih dahulu oleh hukum. Karena negara Indonesia merupakan negara
hukum, tiap tindakan penyelenggara negara harus berdasarkan hukum. Peraturan
perundang-undangan yang telah diadakan lebih dahulu, merupakan batas kekuasaan
penyelenggaraan negara. Undang Undang Dasar yang memuat norma-norma hukum dan
peraturan-peraturan hukum harus ditaati, juga oleh pemerintah atau
badan-badannya sendiri.
Oleh
karena itu salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintahan untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih maka Negara Indonesia membentuk PTUN dimana peradilan
PTUN tersebut berdiri sendiri atau dengan kata lain terpisah dari Peradilan
Umum. Keberadaan pengadilan administrasi negara (PTUN) di berbagai negara
modern terutama negara-negara penganut paham Welfare State (Negara
Kesejahteraan) merupakan suatu tonggak yang menjadi tumpuan harapan masyarakat
atau warga negara untuk mempertahankan hak-haknya yang dirugikan oleh perbuatan
hukum publik pejabat administrasi negara karena keputusan atau kebijakan yang
dikeluarkannya.
Melihat
kenyataan tersebut, dapat dipahami bahwa peradilan administrasi negara (PTUN)
diperlukan keberadaannya, sebagai salah satu jalur bagi para pencari keadilan
yang merasa kepentingannya dirugikan karena dalam melaksanakan kekuasaannya itu
ternyata badan atau pejabat administrasi
negara yang bersangkutan terbukti melanggar ketentuan hukum.
Di
Indonesia, pengadilan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun
1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 24 ayat (3) Amandemen ketiga
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan 10 November 2001 Jo pasal 10 ayat
(2) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
dikenal 4 lingkungan lembaga peradilan, yaitu:
1.
Peradilan Umum
2.
Peradilan Agama
3.
Peradilan Militer dan;
4.
Peradilan Tata Usaha Negara.
Tiap-tiap
lembaga ini mempunyai kewenangan dan fungsi masing-masing, sehingga
lembaga-lembaga peradilan ini mempunyai kompetensi absolut yang berbeda satu
dengan lainnya.
B.
Permasalahan
1.
Apakah Pejabat Administrasi Negara sudah
memberikan kinerja yang maksimum dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara
dan Abdi bangsa untuk menciptakan kesejateraan masyarakat pada umumnya atau
dengan istilah halusnya sudah apakan sudah bekerja secara Profesional?
2.
Apakah Putusan PTUN benar – benar akan
menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih?
BAB II
Kalau
diperhatikan unsur-unsur yang dihasilkan dalam Annual Meeting ADB di Fokuoka Jepang tahun
1997, perubahan peranan pemerintah dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta
UU No. 28 tahun 1999 ada beberapa prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan bersih tersebut :
1. Akuntabilitas
Menurut
penjelasan Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999 akuntabilitas diartikan sebagai
berikut :
“adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Dari
rumusan tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas pertanggungjawaban setiap
proses dan hasil akhir penyelenggaraan negara. Menurut Willian C. Johnson (1998) pertanggungjawaban
tersebut dapat dilakukan dalam berbagai sifat atau cara.
Pertama,
bersifat internal-formal dilakukan dalam bentuk
(1) executive control,
(2) budget preparation and management,
(3) rule-making procedures,
(4) inspector general and
auditors,
(5) chief
financial officers, dan
(6) investigative
commission.
Kedua,
external-formal dilakukan dalam bentuk
(1) legislative
oversight,
(2) budgetary
review and enactment,
(3) legislative
rule-making,
(4) legislative
veto,
(5) legislative
investigation,
(6) legislative
casework,
(7) legislative
audits,
(8) ratification
and appointments,
(9) judicial
review and takeover,
(10) intergovernmental
controls, dan
(11) electoral
process.
Ketiga,
external-informal dilakukan dalam bentuk
(1) monitoring
by interest/ clientele groups,
(2) professional communities,
(3) informational media, dan
(4) freedom of information
law.
Keempat,
internal-informal dilakukan dalam bentuk
(1) professional
standars,
(2) ethical
codes and values, dan
(3) whistle-blowers.
Munculnya
beberapa sifat atau cara dalam melakukan pertanggungjawaban karena ada anggapan
bahwa satu sarana saja dirasakan tidak memadai untuk dapat mengenal secara pasti
kegiatan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Misalnya pendirian
komisi Ombudsman adalah salah satu usaha untuk mewujudkan pertanggungjawaban
pelaksanaan pemerintahan yang bersifat external-informal.
2. Transparans
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU
No. 28 tahun 1999 prinsip transparan diartikan sebagai berikut :
“asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara”.
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak
memperoleh informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini
adalah peran serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan
dalam PP No. 68 Tahun 1999.
Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat
untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :
a. hak
mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b. hak
memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan
penyelenggaraan negara.
Pengunaan hak dalam butir a, b dan c
tersebut rakyat mendapat perlindungan hukum. Untuk itu semua, menurut ketentuan
Pasal 3 dan 4 dalam mempergunakan hak tersebut rakyat berhak mempertanyakan
langsung kepada instansi terkait atau komisi pemeriksa. Hal itu dapat dilakukan
secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyampaian itu dapat dilakukan secara
lisan ataupun tertulis. Kalau dibandingkan dengan negara lain yang telah lama
memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bersih, Indonesia masih agak tertinggal karena pada negara tersebut akses
informasi masyarakat (public
access to information) terhadap penyelenggaraan negara diakui
dengan undang-undang atau information
act. Dibandingkan dengan PP, pengaturan dengan UU tentu mempunyai
kewibawaan yang lebih tinggi untuk dipatuhi.
3. Partisipasi
Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999,
tetapi kalau dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat
adalah hal yang hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan
agak ringkas Sukardi (2000) menterjemahkan
partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam
berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini adalah upaya
melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dalam teori
pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses kelahiran sebuah policy maka dukungan akan
semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut (Dunn,
1997). Bahkan
David Osborne dan Ted Gaebler (1996)
menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya berperan sebagai katalis. Hal ini dapat
dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan
terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat.
4. Kepastian Hukum
Pengertian kepastian hukum dapat ditemui dalam Pasal 3
angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 yang menyatakan :
“adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
pelaksanaan penyelenggaraan negara”.
Prinsip keempat ini mengarahkan agar penyelenggara negara
bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku (taat asas). Kepatuhan terhadap
norma hukum adalah bukti bahwa adanya keinginan untuk menegakkan supremasi
hukum dalam penyelenggaraan negara. Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau
keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak didukung
dengan penghormatan terhadap norma hukum yang telah disepakati sebagai kaedah
landasan hukum. Oleh karena itu, kepastian hukum adalah prinsip yang harus
dipelihara.
BAB III
A.
Pembahasan
A.1 Apakah Pejabat Administrasi Negara sudah memberikan kinerja yang
maksimum dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara dan Abdi bangsa untuk
menciptakan kesejateraan masyarakat pada umumnya atau dengan istilah halusnya
sudah apakan sudah bekerja secara Profesional?
Kalau dikatakan kalau
Pejabat Administrasi Negara sudah memberikan kerja yang maksimum dan
menjalankan Tugasnya secara benar dan professional mungkin terlalu berlebihan, karena sebelum menciptakan birokrasi
pemerintahan yang bersih dan sehat kita harus menyembuhkan penyakitnya terlebih
dahulu atau dengan kata lain kebiasaan – kebiasaan buruk para aparat
administrasi.
Karena upaya menyembuhkan
penyakit birokrasi pemerintahan dan sekaligus menciptakan birokrasi
pemerintahan yang profesional (good public governance/bureaucracy) di
negara-negara berkembang seperti Indonesia sama saja dengan upaya mengurai
benang yang sudah sangat kusut. Persoalannya sekarang adalah bagaimana
memberdayakan seluruh komponen birokrasi pemerintahan (kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusianya) agar menjadi aparatur pemerintahan
yang profesional.
Dalam hubungan ini yang
pertama-tama harus dipahami adalah bahwa reformasi terhadap birokrasi
pemerintahan kita bukan dalam arti mengganti secara total. Misalnya dengan
segera mengganti seluruh atau sebagian besar pejabat struktural atau pegawai negeri
sipil yang ada dengan yang baru.
Bisa dibayangkan betapa
sulit mengganti sekian puluh ribu pejabat struktural (eselon V hingga eselon
I), atau 4,1 juta PNS dalam waktu singkat. Mengingat hal tersebut, dan juga
tidak seluruh komponen dalam aparatur pemerintah mengidap “penyakit” atau tidak
berfungsi dengan baik, maka upaya yang realistis dilakukan adalah dengan
mem-perbaiki komponen-komponen yang rusak.
A.2 Apakah
Putusan PTUN benar – benar akan menciptakan Pemerintahan yang baik dan bersih?
Indonesia
sebagai penganut paham negara hukum modern, dituntut adanya peranan dan fungsi
hukum yang secara stabil dan dinamis mampu mengatur berbagai kepentingan tanpa
meninggalkan ide dasarnya yaitu keadilan. Hukum yang demikian juga mengandung
tuntutan untuk ditegakkan atau dengan kata lain, perlindungan hukum yang
diberikan merupakan suatu keharusan
dalam penegakan hukum.
Maksud penegakan hukum tersebut
diatas dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya,
mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi
pelanggaran maka untuk memulihkannya kembali dengan penegakan hukum. Dengan demikian
penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum, yang menurut penulis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Teguran
peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi.
b. Pembebanan
kewajiban tertentu (ganti kerugian dan atau denda).
c. Pencabutan
hak-hak tertentu (sanksi administrasi ringan, sedang, dan berat seperti :
berupa pencopotan jabatan atau pemberhentian dengan tidak hormat).
d. Publikasi
kepada masyarakat umum (media cetak dan atau elektronik).
e. Rekomendasi
black list secara politis (kepada
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif terutama apabila yang bersangkutan
akan menjalani fit and proper test).
f.
Pengenaan sanksi badan (pidana penjara).
Dan
untuk mendapat informasi lebih detil serta akurat Penulis juga telah mewawancarai seorang Hakim
PTUN, dimana menurut Hakim PTUN sendiri meskipun sudah ada diatur sanksi yang
akan diberikan kepada pejabat administrasi yang melanggar aturan hukum serta
nilai – nilai yang hidup didalam masyarakat namun penegakan hukum administrasi
negara sebagaimana tersebut diatas dalam prakteknya jarang dipatuhi,serta menurut Hakim PTUN sendiri bahwa untuk Negara
seperti di Indonesia hal ini masih sangat sulit, dimana permasalahan semua ini bermuara pada
moralitas dari pejabat yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan yang
tidak secara tegas mengatur pengenai pelaksanaan hukuman/ sanksi dari lembaga
pengadilan administrasi negara (PTUN).
B.
Kesimpulan
Untuk menciptakan suatu
Pemerintahan yang bersih dan sehat sebaiknya dimulai dari sikap individu
daripada pejabat Negara itu sendiri. PTUN hanya sebagai salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh Negara dalam menciptakan Pemerintahan yang baik dan
bersih. Dan walaupun PTUN merupakan suatu lembaga yang berdiri sendiri dan
tidak tergolong pada peradilan umum namun jika kita benar – benar ingin
menciptakan pemerintahan yang baik maka tidak cukup hanya PTUN saja berperan
dalam pengawasan tingkah laku para pejabat, namun diharapkan semua golongan
masyarakat ikut serta dalam menciptakan pemerintahan yang sehat dan bersih,
seperti peran pers dalam mengawasi dan mengendalikan
perilaku dan kinerja birokrasi pemerintahan. Peran dan fungsi aparatur pemerintahan
harus dikembalikan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, yang selama ini
cenderung terlupakan. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, aparatur
pemerintah harus bersikap responsif, proaktif, dan mengutamakan kepentingan
masyarakat banyak dan bukan melayani kepentingan pribadi, kelompok, partai yang
berkuasa.
Ok Gan… untuk blog ini cukup sekian Dari saya,
kalau agan ada yang mau ditanyakan ataupun mau request/ meminta sesuatu maka
bisa kirim komentar disini, atau dapat mengirim lewat email, kolomnya sudah
saya sediakan diatas sebelah kanan, dan saya sangat mengharapkan jika ada
kritik dan masukan atau pendapat agan terhadap blog saya. Dan jika ingin
berlangganan saya juga silahkan follow blog saya ya, kolomnya ada disebelah
kanan ID card saya saya yakni dengan mengklik Join This Site. Serta jangan lupa
berbagi Blog ini kepada teman – teman yang lain jika menurut agan berguna baik
lewat Twitter, FB atau Jejaring sosial laiinya seperti Kaskus.com
OKOKOKOKOK?????? Hehehehehe
No comments:
Post a Comment